Divisi.id – Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan tingkat depresi tertinggi kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2023.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Dr. H. Jaya Mualimin, menyampaikan, meskipun tingkat kesejahteraan di Kaltim tergolong tinggi, fakta ini menunjukkan adanya masalah yang memerlukan perhatian khusus.
“Kalau dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan, seharusnya tingkat depresi kita tidak setinggi ini. Namun, realitanya, kita tetap berada di peringkat kedua nasional. Hal ini perlu kita terima dan telaah lebih jauh untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab utamanya,” ujar Dr. Jaya.
Ia menduga salah satu penyebabnya adalah keterbatasan akses terhadap fasilitas umum, termasuk layanan kesehatan.
“Kemungkinan karena wilayah kita yang sangat luas sehingga masyarakat kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan. Hal ini menjadi kendala yang harus kita analisis lebih dalam,” tambahnya.
Dr. Jaya menekankan perlunya menghidupkan kembali peran Posyandu yang lebih dekat dengan masyarakat.
Menurutnya, Posyandu dapat menjadi solusi praktis untuk memberikan layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil.
“Saat ini, kita punya sekitar 4.000 tenaga kesehatan, yang sebenarnya cukup jika dibandingkan dengan populasi sekitar 4 juta. Artinya, ada 1 tenaga kesehatan untuk setiap 1.000 orang. Namun, jumlah rumah sakit yang hanya 59, Puskesmas yang baru 188, dan Puskesmas pembantu di bawah 300 masih menjadi kendala besar,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya infrastruktur pendukung seperti rest area dan fasilitas dasar lainnya di wilayah terpencil. Tantangan ini semakin kompleks karena jarak antar desa yang sangat jauh.
“Jika dilihat, satu desa dengan desa lainnya bisa berjarak puluhan kilometer. Ini berbeda dengan DKI Jakarta, di mana masalah utamanya lebih kepada kepadatan penduduk,” katanya.
Dengan kondisi yang ada, Dinas Kesehatan Kaltim berkomitmen untuk terus mengkaji dan mencari solusi. Ia berharap, masyarakat Kaltim mendapatkan layanan terbaik, baik kesehatan fisik maupun mental.
“Data ini menjadi motivasi bagi kami untuk bekerja lebih keras,” tutupnya.