Divisi.id – Kasus salah bayar lahan di simpang 4 Outer Ringroad IV Samarinda masih terus berlanjut. Meski Dinas PUPR Kalimantan Timur (Kaltim) telah melakukan pembayaran, dugaan bahwa pembayaran diberikan kepada pihak yang bukan pemilik sah lahan tersebut masih menjadi polemik.
Komisi I DPRD Kaltim terus berupaya melakukan mediasi guna menemukan solusi terbaik atas permasalahan tersebut. Mappa Bengnga, pemilik sah lahan yang menjadi objek sengketa, menegaskan bahwa jika mediasi yang dilakukan Komisi I tidak berhasil, ia akan membawa masalah tersebut ke ranah hukum.
“Ini masih mediasi yang dilakukan Komisi I DPRD Kaltim. RDP Rabu (06/08/2024) lalu mengungkap banyak fakta, ada sejumlah bukti pernyataan di atas materai bahwa bukti lahan yang sudah dibayar PUPR Kaltim adalah peminjam tanah milik Mappa Bengnga,” ungkap Muhammad Udin.
Udin menjelaskan bahwa keluarga Mappa Bengnga masih memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan mengharapkan pihak yang telah menerima pembayaran dari PUPR Kaltim untuk berdialog secara langsung dengan Mappa Bengnga sebagai pemilik sah lahan tersebut. Namun, jika tidak ada itikad baik dari pihak yang terlibat, maka kasus ini akan dilanjutkan melalui jalur hukum.
“Keluarga besar Mappa Bengnga masih ingin masalah ini diselesaikan secara baik. Para pihak yang sudah menerima ganti rugi pembebasan lahan dari PUPR sebaiknya berdiskusi dengan pemilik tanah yang sah. Hal ini perlu dilakukan untuk mencari solusi yang tepat. Jika tidak ada keinginan diselesaikan secara baik dalam bingkai kekeluargaan yang dimediasi DPRD Kaltim, maka kasus ini akan kami laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demu, menyoroti kurangnya respons dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda terhadap surat yang dilayangkan oleh Mappa Bengnga, serta menyinggung tidak adanya penitipan uang di pengadilan meskipun terdapat sanggahan terkait kepemilikan lahan.
“Kenapa uangnya tidak dititipkan ke pengadilan, dan itu yang menarik ya sebenarnya. Karena dia mengabaikan surat yang dikirim Mappa Bengnga, seharusnya itu tidak diabaikan. Kalau posisi saya di BPN, pada saat ada orang komplain dengan surat begitu, maka saya pending. Tetapi kegiatan pekerjaan jalan tetap berlanjut. Tapi duitnya di pending dulu dengan disampaikan ke PUPR yang akan menggunakan lahan itu untuk konsinyasi. Ini yang saya bilang ketidakhati-hatian, tidak merespons suratnya keluarga Mappa Bengnga, harusnya direspons,” ujar Baharuddin usai Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Baharuddin menambahkan bahwa meski ada klaim kepemilikan lain atas lahan tersebut, pembangunan jalan tetap bisa berlanjut selama uang ganti rugi dititipkan di pengadilan hingga persoalan kepemilikan selesai sesuai aturan hukum.
“Ketika ada problem, titip dulu duitnya di pengadilan, itu cara aman pemerintah untuk di kemudian hari aman,” tegasnya.
Menanggapi potensi adanya pelanggaran hukum terkait tindakan BPN, Baharuddin menyatakan kemungkinan tersebut bisa saja terjadi.
“Oh ya, tidak hati-hatian ada potensi pelanggaran hukum, Nah inilah yang nanti masih mau dicari,” pungkasnya.