
Divisi.id – Di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, suara lesung bertalu-talu berpadu dengan aroma beras sangrai menandai dimulainya ritual Nutuk Beham. Tradisi turun-temurun ini merupakan ungkapan syukur atas panen padi ketan muda yang melimpah, sekaligus bentuk penghormatan kepada leluhur.
Proses Nutuk Beham dimulai dengan merendam padi ketan selama tiga hari, dilanjutkan dengan menyangrai hingga kering sempurna. Kemudian, padi ditumbuk menggunakan lesung dari kayu nangka dan alu dari kayu ulin, melibatkan 7–8 orang per kelompok. Setiap RT menyumbangkan 11 kilogram padi ketan, yang diolah menjadi bahan kue wajik dari ketan, gula merah, dan kelapa parut sebagai simbol syukur dan berbagi dalam komunitas.
Sebelum penumbukan, Tajudin Nur, sebagai tokoh masyarakat dan mantan Ketua Adat Desa Kedang Ipil melafalkan mantra adat sebagai bentuk komunikasi dengan roh leluhur.
“Semua proses ini bukan hanya kerja fisik, tapi juga batin. Kami yakini, roh-roh nenek moyang hadir bersama kami di balai adat,” ujarnya.
Meski modernisasi mulai merambah, masyarakat Kedang Ipil tetap menjaga keaslian ritual ini. Dana kegiatan diperoleh secara swadaya, dan pelaksanaannya melibatkan seluruh warga secara bergiliran selama tiga hari tiga malam.
“Kalau sudah diberi duluan, sudah selesai membangun, tinggal kita ngatur saja lagi,” tuturnya.
Nutuk Beham bukan sekadar tradisi, melainkan identitas dan pernyataan bahwa warisan budaya dapat hidup berdampingan dengan zaman. Selama warga masih percaya, lesung dan alu tak akan pernah kehilangan suara.