Divisi.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) telah melakukan pembebasan Jalan Nusyirwan Ismail Samarinda, atau yang dikenal sebagai jalan Ring Road 2.
Pembayaran dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUP-Pera) Kaltim sejumlah Rp122 Miliar. Namun, masih ada permasalahan yang belum terselesaikan dengan warga sekitar.
Pembayaran pembebasan tersebut dilakukan oleh Pemprov Kaltim melalui anggaran APBD tahun 2023 sebesar Rp99 miliar, ditambah dengan APBD Perubahan 2023 sejumlah Rp23 miliar.
Dikarenakan masih ada kendala yang belum teratasi, Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin, menyoroti khususnya isu terkait proses pemberian ganti rugi pembebasan lahan. Terdapat dugaan adanya surat fiktif yang digunakan untuk menerima ganti rugi pembebasan lahan, yang menjadi perhatian utama.
“Masih belum selesai. Sekarang Komisi I sedang mendalami hal ini dan berharap masalah tersebut dapat ditindaklanjuti oleh penegak hukum,” ujar Jahidin.
Jahidin menyatakan bahwa isu surat fiktif ini muncul setelah menerima laporan dari masyarakat. Laporan tersebut menyebutkan bahwa terdapat dugaan penggunaan dua surat fiktif oleh pihak tertentu untuk menerima ganti rugi pembebasan lahan, yang sebenarnya tidak dimiliki oleh pemilik lahan yang berhak.
“Kemungkinan adanya permainan dari pihak ketua RT dan lurah yang lama terlibat menjadi fokus di dalami Komisi I,” ucapnya.
Jahidin menjelaskan bahwa masalah pembebasan lahan Ring Road 2 ini dimulai dari tuntutan masyarakat, dilanjutkan dengan demonstrasi dan penutupan jalan. DPRD Kaltim melalui Komisi I kemudian menerima pengaduan dan aktif memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut. Namun, baru-baru ini diketahui bahwa ada penerima ganti rugi yang tidak memiliki hak yang sah atas lahan tersebut.
“Kita tangani. Namun baru belakangan diketahui bahwa diduga ada penerima ganti rugi yang tidak memiliki hak yang sah atas lahan tersebut,” terangnya.
Kemudian, ia menyampaikan bahwa Komisi I DPRD Kaltim berencana untuk memanggil kembali pihak Dinas PUP-Pera Kaltim untuk meminta data mengenai penerima uang pembebasan lahan yang benar-benar berhak.
Lebih lanjut, Jahidin menyimpulkan bahwa masalah sengketa lahan tersebut telah berlangsung selama 12 tahun dan baru-baru ini mulai mendapat penyelesaian setelah DPRD Kaltim turut campur tangan.
“Perlu diketahui ya. Walaupun masalah sengketa lahan ini diperjuangkan Komisi I DPRD Kaltim, tapi kami tidak pernah menerima fee, kami bekerja semata-mata bertujuan untuk melaksanakan hak warga dan memastikan keadilan terpenuhi,” tutupnya.(*)