
Divisi.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur didorong untuk mencari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru dan memperkuat sistem pengelolaan anggaran setelah adanya penyesuaian fiskal dari pemerintah pusat. DPRD menilai bahwa penguatan PAD menjadi kunci stabilitas pembangunan di tengah berkurangnya ruang fiskal daerah.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diah, menegaskan bahwa salah satu langkah penting adalah mengevaluasi seluruh Perusahaan Daerah (Perusda) yang hingga kini belum memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD. Menurutnya, perusda yang tidak sehat harus diperbaiki atau ditata ulang agar tidak menjadi beban keuangan daerah.
“Banyak perusda kita ini yang tidak ada PAD-nya, perlu dievaluasi,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa keberadaan Perusda seharusnya menjadi motor penggerak pendapatan daerah, bukan sekadar lembaga operasional yang menghabiskan anggaran tanpa hasil. Evaluasi diperlukan agar pemerintah dapat mengetahui titik lemah pengelolaan dan membuat strategi perbaikan.
“Kalau tidak menghasilkan, harus dicari tahu apa masalahnya,” kata Syarifatul.
Selain Perusda, ia menyoroti potensi besar PAD yang bisa diperoleh dari sektor pajak dan retribusi, terutama di bidang pariwisata, perizinan bangunan, hingga pajak kendaraan. Menurutnya, potensi tersebut selama ini belum tergarap maksimal.
“Banyak potensi pajak dan retribusi yang bisa dioptimalkan sebenarnya,” jelasnya.
Ia mencontohkan bahwa sektor pariwisata memiliki peluang besar mendongkrak pendapatan daerah jika pemerintah mampu memaksimalkan retribusi masuk objek wisata, parkir, hingga pemanfaatan fasilitas daerah. Sementara itu, pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama juga masih memiliki ruang peningkatan.
“Ini perlu ditata betul supaya bisa besar kontribusinya,” ujarnya.
Syarifatul juga menekankan pentingnya pemerintah menambah inovasi sumber PAD baru agar tidak terlalu bergantung pada Transfer Keuangan dari Pemerintah Pusat (TKD). Dengan adanya potensi pemotongan TKD, daerah harus siap dengan langkah mandiri untuk mempertahankan pembangunan.
“Kita tidak boleh hanya mengandalkan pusat, PAD harus dikuatkan,” tegasnya.
Selain menambah PAD, pemerintah diminta melakukan efisiensi belanja daerah. Ia menilai bahwa banyak kegiatan seremonial, perjalanan dinas, hingga pengadaan alat tulis kantor (ATK) yang masih dapat ditekan tanpa mengganggu layanan publik.
“Kegiatan seremonial dan ATK itu harus diefisienkan,” kata Syarifatul.
Ia mengingatkan bahwa efisiensi diperlukan agar anggaran dapat dialihkan ke sektor prioritas seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur yang langsung dirasakan masyarakat. Menurutnya, alokasi belanja harus diarahkan pada hal-hal produktif.
“Kita harus fokus pada yang benar-benar menyentuh masyarakat,” jelasnya.
Syarifatul menambahkan bahwa transparansi dan optimalisasi digitalisasi sistem pajak menjadi langkah penting untuk menutup kebocoran pendapatan daerah. Sistem yang lebih terintegrasi akan membuat pendataan lebih akurat dan mempermudah pemerintah dalam monitoring.
“Kalau sistem sudah digital semua, potensi kebocoran bisa ditekan,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah provinsi mampu merumuskan kebijakan penguatan PAD secara menyeluruh, tidak hanya menambah potensi baru, tetapi juga memperbaiki tata kelola yang sudah ada. Dengan demikian, pembangunan daerah tetap berjalan stabil meski terjadi perubahan fiskal nasional.
“Kita ingin PAD kuat supaya pembangunan tidak terganggu,” pungkasnya.