Divisi.id – Anggota Komisi IV, Salehuddin, menyampaikan interupsi penting terkait proses persetujuan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD 2025 dalam Rapat Paripurna (Rapur) ke-20.
Interupsi tersebut didasarkan pada data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) yang menunjukkan angka anak tidak sekolah di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang cukup tinggi.
“Jika kita anggap ada 1.000 anak per kabupaten/kota yang tidak sekolah, maka jumlahnya sangat memprihatinkan,” ujar Salehuddin, saat diwawancarai usai Rapur di Kantor DPRD Kaltim, Kamis (25/07/2024).
Salehuddin mengidentifikasi beberapa faktor penyebab utama dari masalah tersebut, yaitu aksesibilitas pendidikan yang terbatas, terutama untuk tingkat SMA, SMK, dan SMP.
Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi alasan signifikan, di mana banyak anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi lemah, seperti karyawan perkebunan, tidak dapat melanjutkan pendidikan.
Berdasarkan data tahun 2022, jumlah anak yang putus sekolah untuk tingkat SMA, SMK, dan SMP sederajat mencapai hampir 4.000 lebih.
“Mereka putus sekolah bukan karena tidak mau belajar, tetapi karena ketidakmampuan biaya dan jarak sekolah yang terlalu jauh,” jelasnya.
Salehuddin menekankan pentingnya pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan untuk memaksimalkan proses penyelenggaraan pendidikan di Kaltim.
Namun, ia juga mencatat beberapa kendala seperti lahan yang belum memiliki legalitas jelas dan kurangnya komitmen dari pemerintah kabupaten/kota dalam menyediakan lahan untuk sekolah.
“Ada sekolah yang sudah berdiri tapi lahannya belum memiliki sertifikat,” tambahnya.
Salehuddin meminta agar proses persetujuan KUA PPAS APBD 2025 dapat mencakup upaya untuk mempercepat pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan.
Ia berharap dinas cabang di beberapa kabupaten bisa melakukan percepatan dalam penyediaan Ruang Kelas Baru (RKB) dan pembangunan sekolah baru.
Salehuddin juga menyoroti pentingnya kerja cepat dari pemerintah provinsi karna sudah sering dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), masalah tersebut masih belum terselesaikan.
“Setiap tahun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan bahwa banyak lahan belum clear. Alasannya selalu tenaga yang kurang,” bebernya.
Menurut Salehuddin, angka partisipasi sekolah yang rendah dan angka putus sekolah yang tinggi akan berdampak buruk pada sumber daya manusia di Kaltim.
“Ini masalah yang sederhana tapi sangat penting. Setiap Rapur, saya sampaikan untuk mengingatkan pemangku kebijakan bahwa ini harus diselesaikan,” tegasnya.
Salehuddin berharap ada kerja sama yang lebih baik antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memastikan setiap anak di Kaltim mendapatkan akses pendidikan yang layak.
“Kalau tidak, masalah ini akan terus berulang dan kita akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kaltim,” pungkasnya.(*)