Divisi.id – KontraS Surabaya dan AJI Indonesia telah melaporkan dugaan kriminalisasi informan Majalah Tempo bernama Kosala Limbang Jaya ke Dewan Pers.
Kosala Limbang Jaya, merupakan informan yang dimuat dalam laporan majalah bertajuk “Mati di SPBU Yonzipur” tertanggal 20 Februari 2021, terancam dikriminalisasi oleh Polres Pasuruan Kota.
Anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menyatakan bahwa segala hal yang terkait jurnalisme dapat dibawa ke Dewan Pers untuk diselesaikan.
“Semuanya ada aturannya dan kami bisa melindungi narasumber dan pada hal-hal yang sebenarnya masuk di wilayah Dewan Pers,” ujar Sapto, Selasa(09/01/2024).
Sapto menyebutkan adanya perjanjian kerjasama antara Dewan Pers dan kepolisian.
“Dewan Pers menyediakan pendampingan ahli hukum, tepatnya ahli pers untuk bisa menjelaskan apakah ini masuk wilayah pers atau hukum, KUHP atau lainnya,” papar sekaligus Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers periode 2022 – 2025.
Lebih lanjut, Perwakilan KontraS Surabaya, Fathkul Khoir, menyatakan bahwa dengan keterangan tersebut seharusnya penyidik tidak bisa menaikkan perkara itu.
“Kami meminta agar penyidik Polres Pasuruan kota segera mengeluarkan SP3 dan meminta agar Kapolri, mengevaluasi Kapolres Pasuruan Kota karena tak tunduk dan patuh dengan MoU dan perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kapolri,” beber Fathkul Khoir.
Khoir menyampaikan, pemberitaan terhadap Kosala Limbang Jaya yang dimulai pada Maret 2021 merupakan ancaman terhadap kebebasan pers karena jurnalis dan narasumbernya dilindungi konstitusi untuk menyampaikan kebenaran berdasarkan UU No 40/1999 tentang Pers.
“Ia dilaporkan ke Polres Pasuruan Kota pada 15 Maret 2021 setelah mengungkap tentang Dugaan Perampasan SPBU Nomor 54.671.08 yang diduga dilakukan oleh Komandan Batalion Zeni Tempur 10/JP Kostrad Pasuruan (periode 2019 – 2021) Pasuruan,” ungkap Fathul dalam keterangan tertulis, Selasa (9/10/2023).
Ia menyatakan bahwa jika hal tersebut tidak ditangani dapat berdampak buruk pada informan, pelapor, atau siapa pun yang berusaha mengungkapkan kebenaran melalui media.
“Jika hal ini dibiarkan, dapat memberikan chilling effect pada narasumber, whistleblower, atau siapapun yang akan mengungkap kebenaran melalui media,” pungkasnya.