Divisi.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar diskusi mengenai situasi malaria di wilayah Ibu Kota Nusantara melalui Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman di Hotel Puri Senyiur Samarinda, Rabu (08/11/2023).
“FGD ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Unmul dengan judul Analisa spasial terhadap faktor resiko lingkungan untuk kejadian malaria di wilayah ibu kota negara (IKN),” kata Plh Kepala Dinkes Kaltim Setyo Budi Basuki.
Basuki, sebagai salah satu narasumber pada FGD memberikan gambaran tentang kondisi program pencegahan dan pengendalian malaria di wilayah IKN, terutama di Pusat Kawasan Lintas Batas (PKL) yang menjadi pusat wilayah IKN.
“Kalau kita melihat kondisinya sendiri, untuk penyebaran kasus malaria khususnya di IKN, salah satu yang menjadi pusat wilayahnya adalah Penajam Paser Utara (PPU) yang ada di PKL. Kalau kasus malaria di luar Jawa dan Bali, termasuk yang tertinggi itu ada di Kalimantan Timur, yakni Kabupaten PPU,” tuturnya.
Basuki menjelaskan bahwa meskipun tidak ada kasus malaria yang berasal langsung dari IKN, namun kasus tersebut berasal dari daerah hutan di Kabupaten Paser.
“Orang yang sakit dari hutan itu turunnya keluar lewat Penajam, yang ada puskesmas di sana, berobat di sana, tercatat di fasilitas pelayanan kesehatan, laporannya masuk ke sana. Sebetulnya sumber penularan sendiri itu jauh di atas 55 kilometer menuju ke Kabupaten Paser, tepatnya di Muara Toyu,” terangnya.
Dalam upaya mengendalikan penyebaran malaria di wilayah IKN, Basuki menyampaikan bahwa Dinas Kesehatan Kaltim telah melakukan surveilans migrasi, surveilans vektor, dan perindukan.
“Surveilans vektor itu terus kita lakukan guna melihat perkembangan nyamuk anopheles yang menjadi vektor malaria di sana. Perindukan itu kita juga lakukan, kita berikan kelambu berinsektisida, kita berikan obat-obatan, dan kita juga lakukan penyuluhan kepada masyarakat,” ucapnya.
Basuki juga menginformasikan tentang program baru Kementerian Kesehatan, kemo prevention, yang memberikan obat pencegahan malaria kepada orang yang dekat dengan hutan.
“Program ini masih pilot project, hanya di dua provinsi, yaitu di Kalimantan Timur dan Papua. Ini masih sedang berjalan, sehingga kalau ditanya evaluasinya bagaimana, belum, karena ini sedang berjalan,” ujarnya.
Basuki berharap FGD tersebut dapat memberikan masukan dan saran untuk meningkatkan program pencegahan dan pengendalian malaria di wilayah IKN.
“Kita berharap, dengan adanya penelitian ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang faktor resiko lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian malaria di wilayah IKN, sehingga kita bisa menentukan strategi yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi masalah ini,” harapnya.